Minggu, 29 November 2009

IKUT ABAH ATAU IKUT UMI..?


Tak ada satu pasangan pun yang mengharapkan pernikahan mereka berakhir dengan perceraian. Namun, biduk rumah tangga, kerap kali berakhir dengan perceraian sesuatu yang halal, tetapi paling dibenci Allah SWT. Meski begitu, angka perceraian di Tanah Air justru menempati urutan pertama di kawasan Asia, mencapai 200 ribu kasus per tahunnya.

Perceraian kerap kali membawa konsekuensi yang sangat berat, yakni masalah anak-anak. Siapa yang berhak mengasuk anak, ayah ataukah ibunya? Terkait masalah ini, Islam mengenal istilah hadlanah . Menurut Imam al-San'ani' hadlanah berarti memelihara seorang anak yang belum (atau tidak) bisa mandiri, mendidik dan memeliharanya untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang bisa merusak dan mendatangkan mudharat.Para ulama bersepakat, hak mengasuh anak yang belum akhil balig harus diutamakan kepada ibunya. Ini mengingat kaum wanita dianggap lebih memiliki jiwa keibuan, dibandingkan kaum lelaki.

Ketentuan ini memiliki dasar hukum yang kuat yakni hadis Nabi SAW. ''Seorang perempuan berkata kepada Rasulullah, ''Wahai Rasulullah, anakku ini, aku yang mengandungnya, air susuku yang diminumnya, dam di bilikku tempat berkumpulmya bersamaku, ayahnya telah menceraikanku dan ingin memisahkannya dariku.'' Maka Rasulullah bersabda, ''Kamulah yang lebih berhak memeliharanya selama kamu tidak menikah.'' (HR Ahmad, Abu Dawud, dan al-Hakim mensahihkannya)

Zaitunah Subhan dalam bukunya bertajuk Menggagas Fikih Perempuan , memaknai hadis ini sebagai ketentuan hukum dalam memberikan pengasuhan anak kepada ibu. Hadis ini juga menjadi dasar ketetapan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 105 menyangkut hak pemeliharaan anak.

Meski begitu, seorang ayah juga tak lepas dari kewajiban untuk menanggung biaya pemeliharaannya. Tanggung jawab ayah tidak lantas hilang hanya karena terjadinya perceraian. Zaitunah menggarisbawahi kelanjutan hadis Rasulullah yang menekankan kalimat ''selama kamu tidak menikah.'' Sehingga, tutur Zaitunah, seandainya si ibu menikah kembali, hak pengasuhan bisa tak berlaku lagi. Pemeliharaan anak pun dapat beralih kepada ayah. ''Alasannya, bila ibu menikah lagi, besar kemungkinan perhatiannya akan beralih kepada suaminya yang baru, sehingga pengasuhan yang diberikan jadi kurang maksimal,'' ungkapnya.

Ibrahim Muhammad al-Jamal berpendapat, hak asuh ayah sebenarnya tidak tertutup sama sekali. Ada kalanya, ayah justru lebih arif dan lebih tahu akan kebutuhan sang anak. Jadi hal itu bisa diatur, sekalipun anak tetap berada di sisi ibunya dan tetap dalam pemeliharaannya. Hanya saja, menurut al-Jamal, pengasuhan terhadap anak yang masih kecil, sebaiknya tetap diprioritaskan kepada ibu. ''Pada hakikatnya, wanita manapun sama dalam cintanya kepada anak, perhatian terhadap keselamatannya serta pembelaannya terhadap bahaya yang mengancam anak,'' papar al-Jamal dalam bukunya berjudul Fikih Wanita .Berbeda halnya apabila sang anak sudah mumayyiz (sudah berusia 12 tahun). Penentuan pengasuhan diserahkan kepada pilihan anak sendiri, apakah ingin bersama ayah atau ibunya. Meski begitu, sebagian ulama berpandangan agar hakim sepatutnya tak begitu saja menyerahkan pilihan kepada anak. Hakim pengadilan agama diminta untuk melakukan penelitian lebih dulu mana yang lebih bisa membawa maslahat bagi anak tersebut. Jika hasil penelitian menunjukkan ibu lebih dapat dipercaya dalam memelihara anak, maka sebaiknya pengasuhan diberikan kepada ibu, atau sebaliknya. ''Dan hakim bisa mengabaikan pilihan anak demi kepentingannya di masa depan,'' ungkap Imam Asy-Syaukani. Sejatinya, Islam mengatur pemeliharaan anak sedemikian rupa, karena menginginkan yang terbaik. Anak yang terlahir ke dunia sebagai titipan Allah SWT, harus dipelihara dengan sungguh-sungguh, baik oleh orangtua maupun kerabatnya.Sementara bagi anak yang yatim piatu dan tidak pula memiliki kerabat, pemeliharaannya menjadi tanggungan negara.

Menurut al-Jamal, pemerintah akan menunjuk siapapun yang cakap untuk memeliharanya. Sesungguhnya anak adalah titipan dan amanah dari Sang Khalik yang harus dijaga dan dibesarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang. Sebuah perceraian tak boleh merugikan anak-anak, yang akan menjadi penerus di masa depan. yus/berbagai sumber/itz

Syarat-syarat Mengasuh Anak
1. Baligh dan berakal
2. Mampu mendidik
3. Terpercaya dan berbudi luhur
4. Islam. Orang non-Muslim tidak bisa diserahi memelihara anak.
5. Tidak bersuami. Wanita yang sudah menikah lagi, maka gugurlah haknya untuk memelihara anak dari suaminya yang lama.
sumber: buku Fiqih Wanita .

Minggu, 25 Oktober 2009

BOM WAKTU TAMBAHAN KUOTA HAJI KHUSUS






Sampai dengan akhir masa pelunasan 9 oktober kuota haji khusus (dulu dikenal sebagai ONH Plus) dikabarkan masih tersisa 1.130 seat/porsi. Padahal sebelumnya juga didapat informasi bahwa ada kuota tambahan 3000 seat/porsi untuk haji khusus ini Untuk calon jamaah yang pada awalnya masuk dalam daftar cadangan/waiting list tentunya adalah hal yang membahagiakan mendengar berita ini.Mereka , saudara-saudara kita ini sudah bisa membayangkan akan berangkat menunaikan ibadah haji si musim haji tahun ini.Dan, berbondong-bondonglah saudara-saudara kita ini untuk segera melunasi pendaftaran mereka.
Ada satu hal yang dilupakan atau tidak diketahui oleh banyak pihak, bahwa banyak komponen dalam penyelenggaraan ibadah haji, khususnya haji khusus ( onh plus) tidak merupakan satu kesatuan dalam pengurusannya. Kalau dalam penyelenggaraan haji biasa/kloter semua komponen dalam penyelengaraan tersebut (transportasi darat maupun udara, penginapan, catering) diurus satu atap oleh Departemen Agama sehingga hampir bisa dipastikan akan tidak bermasalah (kalaupun ada, porsinya mudah-mudahan tidak terlalu banyak).Untuk Ibadah Haji Khusus, semua komponen tersebut diurus tersendiri oleh Biro perjalanan yang mempunyai ijin haji khusus. Biro perjalanan yang betul-betul menjaga kualitas pelayanannya dipastikan jauh-jauh hari (bahkan begitu musim haji sebelumnya selesai) mereka sudah mempersiapkan untuk reserve hotel, serta seat untuk penerbangan.Yang sekarang ditakutkan adalah, begitu saudara-saudara kita mendapatkan konfirmasi porsi tambahan dari departemen agama untuk keberangkatan haji musim ini, mereka tidak mendapatkan cukup informasi dari biro penyelenggara nya bahwa seat penerbangan mereka belum confirmed (lagipula kecil kemungkinan travel akan memberikan informasi ini).Yang saya ketahui, untuk di Garuda Indonesia yang merupakan flag carrier, tidak lah mudah menyediakan pesawat tambahan untuk Haji plus ini. Karena dalam sistem penerbangan kita, Haji khusus ini masuk dalam jadwal penerbangan reguler Jakarta-Jeddah. Sedangkan untuk haji kloter memang masuk dalam jadwal penerbangan haji (walaupun keduanya di integrasikan dalam satu pengawasan).Jadi, memang patut disayangkan, bahwa dalam pelaksanaan haji (khususnya haji Khusus), Departemen Agama kelihatannya kurang berhitung dan berkoordinasi soal ketersediaan seat penerbangan . Mungkin (mudah-mudahan salah), yang ada dalam pemikiran pengambil keputusan di Depag, bahwa urusan mereka hanyalah soal memberikan porsi keberangkatan. Soal penerbangan dan lain-lain tokh bukan urusan kita, biarlah biro perjalana yang mengurus. Kalaupun ada masalah, kita bisa mempersalahkan biro perjalanan tersebut, ataupun sekalian memberikan hukuman karena tidak bisa mengurus jamaahnya dengan baik.Hal lain yang juga patut disayangkan adalah, banyak biro perjalanan yang berusaha mendapatkan porsi tambahan (dan dengan senang hati mendapatkan porsi tambahan/jamaah) tanpa memperhitungkan juga ketersediaan seat penerbangan. Akhirnya mereka sendiri yang akan pusing, kelimpungan,puyeng tujh keliling, karena porsi/jamaah tambahan yang didapatkan tidak bisa berangkat dalam satu rombongan dengan jamaah yang sudah confirmed terlebih dahulu. Dan, hari-hari terakhir ini sudah banyak pimpinan biro perjalanan yang mulai berdenyut kepalanya, pusing memikirkan hal tersebut.jadi, bisa jadi tambahan porsi haji khusus pada akhir-akhir persiapan haji tahun ini bukan merupakan berita bahagia, namun berita yang memusingkan banyak pihak, dari mulai biro penyelenggara, airline (yang tidak punya cukup waktu mempersiapkan armada tambahan), dan tentu saja jamaahnya sendiri.Terus, bagaimana dunk?ya berdoa saja, semoga para pengambil keputusan di negeri ini mempunyai banyak akal , cara, kebijakan yang bisa menyelesaikan masalah ini dengan baik, bukan sekedar melemparkan masalah ke permukaan, karena berpikir parsial, yang penting urusan di bagian mereka sudah selesai.Kepada calon jamaah haji (khususnya haju khusus/onh plus ) yang baru mendapatkan konfirmasi tambahan untuk berangkat tahun ini, maaf bukan menakut-nakuti. Saya hanya mendoakan semoga saudara-saudara kita tersebut bisa berangkat melaksanakan ibadah haji yang di idam-idamkan tahun ini, amin.

Kamis, 01 Oktober 2009

Hikmah Musibah dan Bencana

Bangsa Indonesia saat ini sedang ditimpa musibah secara berturut-turut. Dari tinjauan islam, musibah apapun yang berupa bencana alam atau akibat kelalaian manusia, segala yang terjadi telah ditakdirkan oleh Allah SWT. Berat mata memandang,memang tak seberat bahu memikul. Suka atau tidak kehidupan harus terus berjalan. Oleh sebab itu pastilah ada hikmah yang dapat diambil dari berbagai kejadian yang menimpa, karena Dia yang Maha Adil dan Penyayang pasti tidak akan berbuat aniaya. Smoga kutipan ini dapat menjadi sedikit penghibur bagi sobat-sobat yang sedang mengalami kesulitan atau kesedihan.

Ibnu Qayyim berkata:

“Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusanNya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah. Namun akal kita sangat terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia dibawah sinar matahari. Dan ini pun hanya kira-kira, yang sebenarnya tentu lebih dari sekedar gambaran ini.”

Diantara beberapa hikmah yang bisa saya kutip diantaranya:

1.Sabar sebgai konsekuensi menghadapi kesulitan dan kesusahan. Allah berfirman:

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira pada orang-orang yang sabar,(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan “Innalillahi wa inna ilaihi rojiun (Sesungguhnya semua berasal dr Allah dan akan kembali kpd_NYa). Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS.Al-Baqarah:155-157)

2.Menghapuskan dosa dan kesalahan. Allah berfirman:

“Dan apa saja musibah yang menimpamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri,dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS.Asy-Syura:30)

Dari Sahabat Abu Hurairah dan Abu Sa’id radiallahuanhu : Rasulullah SAW bersabda:

“Tidaklah seorang muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah gulanaan hingga duri yang menusuknya melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahannya. (HR. Bukhari)

3.Dicatat sebagai kebaikan dan derajat ditinggikan.

“Tidaklah seorang muslim tertusuk duri atau yang lebih dari itu,melainkan ditetapkan baginya dengan sebab itu satu derajat dan dihapuskan pula satu kesalahan darinya” (HR.Muslim)

4.Jalan menuju syurga. Dari Abu Hurairah,Rasulullah SAW bersabda:

“Syurga itu dikelilingi dengan hal-hal yang tidak disukai dan Neraka itu dikelilingi dengan berbagai macam syahwat.” (HR. Bukhari – Muslim)

Allah berfirman dalam sebuah hadist qudsi:

“Tidaklah ada suatu balasan (yang lebih pantas di sisiKu bagi hambaKu yang beriman, jika Aku telah mencabut nyawa kesayangannya dari penduduk dunia kemudian dia bersabar atas kehilangan orang kesayanagnnya itu, melainkan Surga.” (HR. Bukhari)

5.Membawa keselamatan dari api neraka

“Janganlah kamu mencacimaki penyakit demam, karena sesungguhnya (dengan penyakit itu) Allah akan menghapuskan dosa-dosa anak Adam sebagaimana tungku api menghilangkan kotoran-kotoran besi” (HR. Muslim)

6.Mengembalikan hamba kepada Rabb-nya dan mengingat kelalaiannya. Allah berfirman:

“Dan sesungguhnya KAmi telah mengutus Rasul-Rasul kepada umat-umat sebelummu, kemudian Kami timpa mereka dengan kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk dan merendahkan diri.” (QS.Al-An’am : 42)

7.Mengingat nikmat Allah yang lalu dan yang ada. Seorang penyair berkata: Seseorang tidak mengenali tanda-tanda sehat selagi dia belum tertimpa sakit.
8.Mengingat keadaan saudara-saudaramu yang ditimpa musibah. Maka diantara hikmah Allah, Dia menimpakan cobaan berupa penyakit dan penderitaan kepada orang mukmin pada waktu-waktu tertentu, agar dia mengingat saudara-saudaranya yang ditimpa kesulitan, sehingga tergugah untuk membantunya.
9.Mensucikan hati. Ibnu Qayyim radiallahuanhu berkata:

“Hati dan ruh bisa mengambil manfaat dari penderitaan dan penyakit yang merupakan urusan yang tidak bisa dirasakan kecuali jika di dalamnya ada kehidupan. Kebersihan hati dan ruh tergantung kepada penderitaan badan dan kesulitannya.” (Tuhfatul Mariidh hal 25)

10.Cobaan dan ujian merupakan nikmat. Karena hikmah dari berbagai cobaan,orang – orang shalih justru gembira sekiranya mendapat cobaan spt telah mendapat kesenangan. RAsullullah SAW menyebutkan bahwa para Nabi telah ditimpa cobaan berupa penyakit, kemiskinan dan yang lainnya kemudian beliau bersabda:

“…Dan sesungguhnya salah seorang diantara mereka benar-benar merasa gembira karena mendapat cobaan, sebagaimana salah seorang merasa gembira karena telah mendapatkan kelapangan.” (HR. Ibnu Majah)


--------------------------------------------------------------------------------
Dikutip dari : Do’a & Hiburan (Bagi orang sakit dan terkena musibah) Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas.

Selasa, 08 September 2009

CIRI-CIRI LAILATUL QODR



Dinamakan lailatul qodr karena pada malam itu malaikat diperintahkan oleh Allah swt untuk menuliskan ketetapan tentang kebaikan, rezeki dan keberkahan di tahun ini, sebagaimana firman Allah swt :
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ ﴿٣﴾فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ ﴿٤﴾أَمْرًا مِّنْ عِندِنَا إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ ﴿٥﴾
Artinya : ”Sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi[1369] dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi kami. Sesungguhnya kami adalah yang mengutus rasul-rasul.” (QS. Ad Dukhan : 3 – 5)
Al Qurthubi mengatakan bahwa pada malam itu pula para malaikat turun dari setiap langit dan dari sidrotul muntaha ke bumi dan mengaminkan doa-doa yang diucapkan manusia hingga terbit fajar. Para malaikat dan jibril as turun dengan membawa rahmat atas perintah Allah swt juga membawa setiap urusan yang telah ditentukan dan ditetapkan Allah di tahun itu hingga yang akan datang. Lailatul Qodr adalah malam kesejahteraan dan kebaikan seluruhnya tanpa ada keburukan hingga terbit fajar, sebagaimana firman-Nya :
تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ ﴿٤﴾سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ﴿٥﴾
Artinya : ”Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qodr : 4 – 5)
Diantara hadits-hadits yang menceritakan tentang tanda-tanda lailatul qodr adalah :
1. Sabda Rasulullah saw,”Lailatul qodr adalah malam yang cerah, tidak panas dan tidak dingin, matahari pada hari itu bersinar kemerahan lemah.” Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah yang dishahihkan oleh Al Bani.
2. Sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya aku diperlihatkan lailatul qodr lalu aku dilupakan, ia ada di sepuluh malam terakhir. Malam itu cerah, tidak panas dan tidak dingin bagaikan bulan menyingkap bintang-bintang. Tidaklah keluar setannya hingga terbit fajarnya.” (HR. Ibnu Hibban)
3. Rasulullah saw bersabda,”Sesungguhnya para malaikat pada malam itu lebih banyak turun ke bumi daripada jumlah pepasiran.” (HR. Ibnu Khuzaimah yang sanadnya dihasankan oleh Al Bani)
4. Rasulullah saw berabda,”Tandanya adalah matahari terbit pada pagi harinya cerah tanpa sinar.” (HR. Muslim)
Terkait dengan berbagai tanda-tanda Lailatul Qodr yang disebutkan beberapa hadits, Syeikh Yusuf al Qaradhawi mengatakan,”Semua tanda tersebut tidak dapat memberikan keyakinan tentangnya dan tidak dapat memberikan keyakinan yakni bila tanda-tanda itu tidak ada berarti Lailatul Qodr tidak terjadi malam itu, karena lailatul qodr terjadi di negeri-negeri yang iklim, musim, dan cuacanya berbeda-beda. Bisa jadi ada diantara negeri-negeri muslim dengan keadaan yang tak pernah putus-putusnya turun hujan, padahal penduduk di daerah lain justru melaksanakan shalat istisqo’. Negeri-negeri itu berbeda dalam hal panas dan dingin, muncul dan tenggelamnya matahari, juga kuat dan lemahnya sinarnya. Karena itu sangat tidak mungkin bila tanda-tanda itu sama di seluruh belahan bumi ini. (Fiqih Puasa hal 177 – 178)
Perbedaan Waktu Antar Negara
Lailatul qodr merupakan rahasia Allah swt. Untuk itu dianjurkan agar setiap muslim mencarinya di sepuluh malam terakhir, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Carilah dia (lailatul qodr) pada sepuluh malam terakhir di malam-malam ganjil.” (HR. Bukhori Muslim).
Dari Abu Said bahwa Nabi saw menemui mereka pada pagi kedua puluh, lalu beliau berkhotbah. Dalam khutbahnya beliau saw bersabda,”Sungguh aku diperlihatkan Lailatul qodr, kemudian aku dilupakan—atau lupa—maka carilah ia di sepuluh malam terakhir, pada malam-malam ganjil.” (Muttafaq Alaihi)
Pencarian lebih ditekankan pada tujuh malam terakhir bulan Ramadhan sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori Muslim dari Ibnu Umar bahwa beberapa orang dari sahabat Rasulullah saw bermimpi tentang Lailatul Qodr di tujuh malam terakhir. Menanggapi mimpi itu, Rasulullah saw bersabda,”Aku melihat mimpi kalian bertemu pada tujuh malam terakhir. Karena itu barangsiapa hendak mencarinya maka hendaklah ia mencari pada tujuh malam terakhir.”
Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw bersabda,”Carilah ia di sepuluh malam terakhir. Jika salah seorang kalian lemah atau tdak mampu maka janganlah ia dikalahkan di tujuh malam terakhir.” (HR. Muslim, Ahmad dan Ath Thayalisi)
Malam-malam ganjil yang dimaksud dalam hadits diatas adalah malam ke- 21, 23, 25, 27 dan 29. Bila masuknya Ramadhan berbeda-beda dari berbagai negara—sebagaimana sering kita saksikan—maka malam-malam ganjil di beberapa negara menjadi melam-malam genap di sebagian negara lainnya sehingga untuk lebih berhati-hati maka carilah Lailatul Qodr di setiap malam pada sepuluh malam terakhir. Begitu pula dengan daerah-daerah yang hanya berbeda jamnya saja maka ia pun tidak akan terlewatkan dari lailatul qodr karena lailatul qodr ini bersifat umum mengenai semua negeri dan terjadi sepanjang malam hingga terbit fajar di setiap negeri-negeri itu.
Karena tidak ada yang mengetahui kapan jatuhnya lailatul qodr itu kecuali Allah swt maka cara yang terbaik untuk menggapainya adalah beritikaf di sepuluh malam terakhir sebagaimana pernah dilakukan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya.
Ciri-ciri Orang Yang Mendapatkan Lailatul Qodr
Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dai Abu Hurairoh bahwa Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa melakukan qiyam lailatul qodr dengan penuh keimanan dan pengharapan (maka) dosa-dosanya yang telah lalu diampuni.”
Juga doa yang diajarkan Rasulullah saw saat menjumpai lailatul qodr adalah ”Wahai Allah sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemberi Maaf, Engkau mencintai pemaafan karena itu berikanlah maaf kepadaku.” (HR. Ibnu Majah)
Dari kedua hadits tersebut menunjukkan bahwa dianjurkan bagi setiap yang menginginkan lailatul qodr agar menghidupkan malam itu dengan berbagai ibadah, seperti : shalat malam, tilawah Al Qur’an, dzikir, doa dan amal-amal shaleh lainnya. Dan orang yang menghidupkan malam itu dengan amal-amal ibadah akan merasakan ketenangan hati, kelapangan dada dan kelezatan dalam ibadahnya itu karena semua itu dilakukan dengan penuh keimanan dan mengharapkan ridho Allah swt.
Wallahu A’lam

Senin, 24 Agustus 2009

Pengertian Haji Mabrur


Mabrur (bahasa Arab) yang berasal dari kata barra-yaburru-barran yang artinya taat berbakti. Dalam kamus Al Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap karangan Ahmad Warson Munawwir terbitan Pustaka Progressif Surabaya dijelaskan kata-kata albirru artinya ketaatan, kesalehan atau kebaikan. Sedangkan mabrur sendiri artinya haji yang diterima pahalanya oleh Allah SWT.Dalam kaitan ini, Nabi Muhammad SAW bersabda: alhajjul mabruru laisa lahul jazaa-u illal jannah yang artinya, “Haji yang mabrur tiada balasan kecuali surga.’’ (HR Bukhari dan Muslim).Ibadah haji dinilai mabrur, apabila memiliki beberapa kriteria berikut ini.
· Pertama, motivasi dan niat ibadah tersebut ikhlas semata-mata menghadap ridho Allah SAW.
· Kedua, proses pelaksanaannya sesuai dengan manasik yang telah dicontohkan Rasulullah SAW yakni syarat, rukun, wajib bahkan sunah ibadah tersebut terpenuhi.
· Ketiga, biaya baik untuk ibadah haji, biaya perjalanan maupun biaya untuk keperluan keluarga yang ditinggalkan diperoleh dengan cara yang halal.
· Keempat, dampak dari ibadah haji tersebut adalah positif bagi pelakunya, yaitu adanya perubahan kualitas perilaku ke arah yang lebih baik dan lebih terpuji.
Haji mabrur juga dicapai oleh orang yang melaksanakannya sesuai dengan syarat, wajib dan rukunnya dan saat melaksanakannya dia tidak melakukan kemaksiatan sepertirafats, fusuk dan jidal. Yang dimaksud dengan haji yang mabrur adalah haji yang diterima oleh Allah SWT dan lawannya adalah haji mardud.Banyak ulama menyatakan, ciri-ciri dari haji mabrur yang paling utama adalah berubahnya perilaku menjadi lebih baik setelah berhaji. Meningkat semangat belajarnya, meningkat usahanya untuk keluarga juga meningkat semangat pengajiannya. Hubungan dengan keluarganya, membina anak-anaknya untuk beribadah semakin meningkatsetelah pulang dari ibadah haji.Menurut Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Prof Dr Said Agil Siradj, kemabruran akan dicapai di samping melaksanakan haji sesuai dengan aturan syariat yang memenuhi syarat dan rukunnya, dia juga mengerjakan ibadah haji dengan ikhlas. ”Semata-mata karena Allah SWT, dan bukan karena alasan yang lainnya,” ujarnya.Kiai asal Cirebon Jawa Barat ini menyebutkan, sepulang dari Tanah Suci ia akan mendapatkan ketenangan dan tuma’ninah hawa nafsunya. “Jadi, pola pikirnya tidak hanya melulu terdorong oleh nafsu angkara murka, egois, bergelimang kemewahan, dan kepuasan. Walaupun di dalam hati penuh memikirkan segala macam kehidupan dunia tapi ada ruang untuk zikir kepada Allah untuk mendapatkan tempat yang haq,’’ ujarnya.Selain itu, sambung Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, mereka yang meraih predikat haji mabrur juga senang membaca Alquran dan gemar shalat berjamaah. “Salah satu tanda kemabruran hajinya adalah dia melakukan apa yang telah dilakukan selama menunaikan haji.”Namun terlepas dari itu semua, kualitas haji mabrur itu terletak di hati. ”Kalau hatinya khusyuk, Allah selalu hadir di hatinya, itu ciri-ciri kemabruran haji. Paling tidak selalu sadar akan kehadiran Allah SWT.’’Pandangan serupa diungkapkan ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) KH Kholil Ridwan. Kiai Kholil menyebutkan, haji mabrur niatnya harus suci, betul-betul lillahi ta’ala menjalankan rukun Islam kelima bukan karena yang lain. Kedua, ketika melaksanakan ibadah haji masuk ke Tanah Suci dia juga suci lahir batin.Selama melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci, mereka pun tidak melakukan rafats, fusuq, dan jidal. Rafats bukan sekadar hubungan seksual tapi termasuk bicara yang porno, matanya juga harus dijaga. Fusuk adalah perbuatan fasik yang maksiat. Misalnya membicarakan kejelekan orang lain atau mengadu domba. Dan jidal artinya berkelahi. ”Pokoknya selama di Tanah Suci, mereka bisa menahan hawa nafsu untuk tidak menimbulkan amarah orang sehingga dia harus banyak menerima sabar.”Ulama asal Bandung Dr KH Miftah Faridl seperti dalam bukunya berjudul Antar Aku ke Tanah Suci terbitan Gema Insani Press mengungkapkan haji mabrur dapat terlihat setelah pulang haji. ”Ia menjadi gemar melaksanakan ibadah-ibadah sunnah dan amal saleh lainnya serta berusaha meninggalkan perbuatan-perbuatan yang makruh dan tidak bermanfaat,” ujarnya.Haji mabrur juga aktif berkiprah dalam memperjuangkan, mendakwahkan Islam dan istiqamah serta sungguh-sungguh dalam melaksanakan amar makruf dengan cara yang makruf, melaksanakan nahi munkar tidak dengan cara yang munkar. Sifat dan sikapnya berubah menjadi terpuji.“Orang yang bergelar haji mabrur akan malu kepada Allah SWT untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang-Nya. Ia terlihat semangat dan sungguh-sungguh dalam menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan terutama ilmu-ilmu Islam,” tambahnya.Ketua MUI Jawa Barat ini pun menambahkan, orang yang hajinya mabrur akan cepat melakukan tobat apabila terlanjur melakukan kesalahan dan dosa, tidak membiasakan diri proaktif dengan perbuatan dosa, tidak mempertontonkan dosa, dan tidak betah dalam setiap aktivitas berdosa. Terakhir, orang yang hajinya mabrur akan sungguh-sungguh dalam memanfaatkan segala potensi yang ada pada dirinya untuk menolong orang lain dan menegakkan ’izzul Islam wal Muslimin, kemuliaan Islam dan umatnya. Semoga Anda yang baru kembali dari Tanah Suci, menjadi bagian dari orang-orang yang bersifat demikian. Atau, selalu berusaha untuk menjadi demikian. Wallaahu A'lamu...

MENYIBAK RAHASIA HAJI


Bagi Anda calon tamu-tamu Allah SWT. Setidaknya perlu diketahui beberapa hal mengenai rahasia-rahasia dibalik syariat ibadah haji. Selain manasik lapangan, aspek lainnya perlu juga diketahui, termasuk mengetahui sekelumit tentang rahasia dan hikmah yang terkandung dalam prosesi ibadah haji. Saat kita memakai kain ihram dan mengucapkan talbiyyah adalah wujud dari tajarrud (totalitas) jiwa dari hawa nafsu dan syahwat. Menghadapkan seluruh perbuatan hanya kepada Allah, bersegera melakukan ketaatan dan perintah hanya untuk Allah, sehingga mendapatkan ridha dari-Nya dan berharap akan surga-Nya.
Adapun thawaf adalah wujud dari perputaran hati dan jiwa di tempat yang disucikan Allah, bersatu antara pencari cinta dan yang dicinta, Dzat yang telah menganugerahkan kenikmatan, sungguh sangatlah hina saat kita menyadari kenikmatan yang telah diberikan namun tidak memahami ayat-ayat-Nya.
Sa’i adalah perjalanan yang dipenuhi rahmat dari dua bukit sebagai tilas perjuangan Siti Hajar. Memohon ampunan dan keridhaan adalah pucuk dari kegiatan di Safa dan Marwa.
Wukuf di Arafah adalah usaha yang tiada henti untuk tunduk dengan hati yang penuh rasa takut, lisan yang sibuk dengan do’a, harapan yang tulus dihadapan Dzat yang Maha kasih.
Melontar jumroh merupakan simbol celaan dan penghinaan terhadap segala bentuk kejahatan dan kekerdilan jiwa, simbol nyata akan kejujuran azimah dalam menolak hawa yang merusak terhadap individu dan sosial.
Menyembelih hewan qurban – sebagai penutup dalam jenjang peningkatan menuju tempat yang bersih dan jernih – kecuali tumpahnya darah kehinaan di tangan yang keras persendiannya dalam membangun kemuliaan, dan simbol pengorbanan dan penebusan jiwa di hadapan tentara Allah yang suci dan mulia.
Dalam ibadah haji ada sarana untuk takhaliyah (pembersihan), tahaliyah (penghiasan) dan zad (pembekalan).
Jika selesai melaksanakan ibadah haji kemudian kembali ke negerinya dengan aman dan selamat, mampu menempatkan dirinya dan umatnya menuju jalan hidayah dan petunjuk, seperti yang telah disebutkan Al-Quran petunjuk kepada orang-orang yang beriman akan misi yang mulia ini, Allah berfirman: “Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji” (Al-Baqoroh: 197), ini adalah sisi pembersihan dan pensucian diri dari kotoran dan dosa, dan berpecah belah dari jama’ah.
Adapun sisi penghiasan diri berupa akhlak yang dapat membersihkan dan mensucikan hati dan jiwa, dapat dilihat dari firman Allah: “Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal. (Al-Baqoroh: 197)
Dan dengan kebersihan jiwa dan hati menjadi bekal terbaik; yaitu takwa yang muncul dari jiwa seorang muslim sehingga dapat merubah segala sesuatu dalam hidupnya, memberikan pengaruh terhadap orang yang ada disekitarnya. Allah berfirman: “Demikianlah (perintah Allah). dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, Maka Sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. (Al-Hajj: 32)